MATEMATIKA DAN STATISTIK SEBAGAI
SARANA BERFIKIR ILMIAH
Pendahuluan
Perkembangan ilmu dan
filsafat diawali dari rasa ingin tahu , kemudian meningkatnya rasa ingin tahu, lalu
kebiasaan penalaran yang radikal dam divergen yang kemudian terbagi dua yaitu
berkembangnya logika (Deduktif) dan Induktif, selanjutnya gabungan logika
deduktif dan induktif yaitu proses Logika, hipothetico dan verifikasi, terakhir
adalah berkembangnya kreativitas.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia
sebagai mahluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsapat abad 20 di dasarkan
atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas.
Ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode ilmiah. Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang memungkinkan
dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan
mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan
ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah
sehari-hari.
Ditinjau dari pola berfikirnya, maka
maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir
induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika
deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian
ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau
menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus
didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu
langkah kea rah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan
masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah
tersebut.
Berdasarkan pemikiran ini, maka
tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai
taraf yang memuaskan sekiranya sarana berfikir ilmiahnya memang kurang dikuasai
Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
1
2
Bagaimana mungkin seorang bisa
melakukan penalaran yang cermat, tanpa menguasai struktur bahasa bahasa yang
tepat.
Bagaimana seseorang bisa melakukan
generalisasi tanpa menguasai statistic?
Memang betul tidak semua masalah
membutuhkan analisa statisti, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak
peduli terhadap statistik sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat
ilmiah.
A. Matematika
1. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari
pernyataan yang ingi
disampaikan.Lambang-lambang matematika bersifat
“Artifisial” yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya.Bila kita
mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang anak maka
obyek “kecepatan jalan kaki
seorang anak” dapat diberi lambang dengan x.
dalam hal ini x hanya
mempunyai satu arti yaitu kecepatan jalan kaki seorang
anak. Bila dihubungkan dengan
dengan obyek lain umpanya “jarak yang
ditempuh seoang anak” (y).
maka dapat dibuat lambang hubungan tersebut
sebagai z = y/x, di mana z
melambangkan waktu berjalan kaki seorang anak.
Pernyataan z = y/x kiranya jelas : Tidak
mempunyai konotasi emosional dan
hanya
mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya
matematika
mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informative dengan tidak
menimbulkan
konotasi yang bersifat emosional.
2.
sifat kuantitatif dari matematika
Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek
yang berlainan umpamanya Gajah dan semut, maka hanya bisa mengatakan gajah
lebih besar dari semut, kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah
dibandingkan dengan semut, maka kita
mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu, biia ingin mengetahui
secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan
bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa.
Matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat
pengukuran dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang. Bahasa verbal
hanya mampu
3
mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif, kita mengetahui bahwa
sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan
berapa besar pertambahan panjang logamnya.
Untuk itu
matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran, maka dapat
mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya
bila dipanaskan. dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa
pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bisa dipanaskan akan memanjang:
dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak umpamanya :
P1 = P0 (1 +ñ)
P1 pajang logam pada temperature t. P0 merupalam panjang logam
pada
temperature nol dan n merupakan
koefesiansi pemuai logam tersebut.
3.
matematika : Sarana berfikir deduktif.
4.
Perkembangan matematika
5.
Beberapa aliran dalam filsafat matematika
6.
Matematika dan poradabannya.
B. Statistik :
Dengan memasyarakatnya berfikir ilmiah, memungkinkan suatu
hari berfikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti membaca
dan menulis.
1.
Statistik dan cara berfikir induktif.
Ilmu secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua penyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana
konsekuensinya dapat diuji dengan baik dengan jalan mempergunakan panca indera,
meupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indera tersebut. Pengujian
secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang
membedakan ilmu dari pengetahuan pengetahuna lainnya. Pengujian merupakan suatu
proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipitesa yang diajukan. Sekiranya
hipotesa itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis
tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis
tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesa itu ditolak.
4
Pengujian
mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat
umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi
rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata anak
yang dimaksud itu merupakan suatu kesimpulan umum yang ditarik dalam
kasus-kasus anak umum 10 tahun di
tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika
induktif. Di pihak lain maka penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan
yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan mempergunakan
deduksi.
Penarikan
kesimpulan tidak sama dan tidak boleh dicampur adukan, Logika deduktif
berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan,
sedangkan logika induktif berpaling kepada statistik. Statistik merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
.