Selasa, 25 Desember 2012

MATEMATIKA DAN STATISTIK SEBAGAI SARANA BERFIKIR ILMIAH


MATEMATIKA  DAN STATISTIK SEBAGAI
SARANA BERFIKIR ILMIAH



Pendahuluan

Perkembangan  ilmu dan filsafat diawali dari rasa ingin tahu , kemudian    meningkatnya rasa ingin tahu, lalu kebiasaan penalaran yang radikal dam divergen yang kemudian terbagi dua yaitu berkembangnya logika (Deduktif) dan Induktif, selanjutnya gabungan logika deduktif dan induktif yaitu proses Logika, hipothetico dan verifikasi, terakhir adalah berkembangnya kreativitas.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai mahluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi.  Konsep terbaru filsapat abad 20 di dasarkan atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas.                                   
Ilmu merupakan pengetahuan yang  di dapatkan lewat metode ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.  Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari.                                                                                                                                                                                                         
            Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah  mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kea rah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut.
            Berdasarkan pemikiran ini, maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan sekiranya sarana berfikir ilmiahnya memang kurang dikuasai
Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.

1





2

            Bagaimana mungkin seorang bisa melakukan penalaran yang cermat, tanpa menguasai struktur bahasa bahasa yang tepat.
            Bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistic?
            Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisa statisti, namun hal ini bukan berarti, bahwa kita tidak peduli terhadap statistik sama sekali dan berpaling  kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.

A. Matematika
1. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
                 pernyataan yang ingi disampaikan.Lambang-lambang matematika bersifat
                “Artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
                 kepadanya.Bila kita mempelajari kecepatan jalan kaki seseorang anak maka
                 obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak” dapat diberi lambang dengan x.
                 dalam hal ini x hanya mempunyai satu arti yaitu kecepatan jalan kaki seorang
                  anak. Bila dihubungkan dengan dengan obyek lain umpanya “jarak yang
                 ditempuh seoang anak” (y). maka dapat dibuat lambang hubungan tersebut
                  sebagai z = y/x, di mana z melambangkan waktu berjalan kaki seorang anak.
      Pernyataan z = y/x kiranya jelas : Tidak mempunyai konotasi emosional dan
      hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya
      matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informative dengan tidak
       menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

2.      sifat kuantitatif dari matematika
Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya Gajah dan semut, maka hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut, kalau ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan  semut, maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu, biia ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, maka dengan bahasa verbal tidak dapat mengatakan apa-apa.
Matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang. Bahasa verbal hanya  mampu





3

mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif, kita mengetahui bahwa sebatang logam bila dipanaskan akan memanjang, tetapi tidak bisa mengatakan berapa besar pertambahan panjang logamnya.
   Untuk itu matematika mengembangkan konsep pengukuran, lewat pengukuran, maka dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahannya bila dipanaskan. dengan mengetahui hal ini maka pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti sebatang logam bisa dipanaskan akan memanjang: dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak umpamanya :
     P1 = P0 (1 +ñ)
     P1 pajang logam pada  temperature t. P0 merupalam panjang logam pada
     temperature nol dan n merupakan koefesiansi pemuai logam tersebut.


3.      matematika : Sarana berfikir deduktif.
4.      Perkembangan matematika
5.      Beberapa aliran dalam filsafat matematika
6.      Matematika dan poradabannya.

B. Statistik :
Dengan memasyarakatnya berfikir ilmiah, memungkinkan suatu hari berfikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti membaca dan menulis.
1.      Statistik dan cara berfikir induktif.
     Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua penyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana konsekuensinya dapat diuji dengan baik dengan jalan mempergunakan panca indera, meupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan pengetahuna lainnya. Pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipitesa yang diajukan. Sekiranya hipotesa itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesa itu ditolak.
              





4

    Pengujian mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat
umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya  jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata anak yang dimaksud itu merupakan suatu kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umum 10 tahun di
tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif. Di pihak lain maka penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat umum dengan mempergunakan deduksi.
    Penarikan kesimpulan tidak sama dan tidak boleh dicampur adukan, Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling kepada statistik. Statistik merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.


.